Tenang Langkah

Mbah Kerupuk

Fotografi dan Teks oleh Rizki Dwi Putra

Orang-orang yang berada di kawasan alun-alun Kota Batu, Malang, Jawa Timur, sering memanggilnya dengan sebutan “Mbah Kerupuk”. Menginjak usia 79 tahun, ia tetap menjajakan dagangan dari satu ruas jalan ke ruas jalan yang lain. Ia tak mau sedikitpun merepotkan orang, meski di kondisi pandemi sekalipun.

Buka di layar desktop untuk tampilan yang berbeda

Kelenturan Mbah Kerupuk menghadapi pahitnya pagebluk boleh jadi karena dirinya telah berpuluh-puluh tahun ditempa oleh kerasnya kehidupan jalanan. Pada usia 7 tahun, laki-laki bernama Isman itu sudah mulai ikut dengan orang Tionghoa, bekerja sebagai buruh lepas serabutan. Satu prinsip yang selalu ditanamkan Mbah Kerupuk kepada anak-anaknya, kejujuran menjadi kunci utama dalam bekerja, jangan pernah mengecewakan orang lain.
 
“Sekali membuat kecewa orang lain, sulit untuk dapat percaya kembali,” tutur Mbah Kerupuk sambil mendorong gerobak dagangannya.

RP_AR_LOW_00001

Isman (Mbah Kerupuk), penjual kerupuk keliling dengan
gerobak khasnya. Rizki Dwi Putra untuk Kurawal.

RP_AR_LOW_00002
RP_AR_LOW_00004
RP_AR_LOW_00009

Dari kiri atas searah jarum jam: Misni menyiapkan sarapan pagi untuk Isman. Isman membeli kerupuk pasir khas dari Kota Kediri yang akan ia jual kembali di sepanjang jalan alun-alun Kota Batu. Isman melanjutkan perjalanan pulang menuju ke rumah dengan berjalan kaki. Rizki Dwi Putra untuk Kurawal.

Mbah Kerupuk juga percaya, rezeki dan garis kehidupan seseorang telah diatur oleh Tuhan. Berpegang pada keyakinan itu, ia selalu bersyukur berapapun hasil jualan yang didapat. Begitu pula ketika penghasilannya jauh merosot sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat karena pandemi. Mbah Kerupuk tidak menyesali maupun menentang kondisi ini. Ia biarkan semuanya mengalir dan perlahan melangkah tenang mengikuti aliran itu.

Dikenal ramah dan suka bergurau, Mbah Kerupuk juga kerap membuat para pedagang dan pembeli tertawa mendengar celotehannya. Para gadis muda pun tak lepas dari guyonan si Mbah. “Ya, gini ini Mbah kalau jualan. Kadang godain nona-nona cantik ini untuk membeli dagangan Mbah. Ini yang membuat Mbah awet muda karena berjumpa banyak orang,” guraunya. Dari dagangan sederhananya, Mbah Kerupuk sudah mampu memperbaiki rumah dan membuatkan toko kecil untuk istrinya, Misni (69), berjualan sayur setiap pagi.

RP_AR_LOW_00007

Sembari menunggu barang belanjaan, Isman menikmati kopi di salah satu warung
di pasar tradisional Kota Batu. Rizki Dwi Putra untuk Kurawal.

RP_AR_LOW_00008

Cara Mbah Kerupuk menghadapi pandemi ini seakan mengingatkan kita bahwa cobaan tak selamanya harus diratapi dan dikeluhkan. Masalah justru akan mengasah manusia menjadi lebih tegar, toleran, dan kian peka nuraninya. Wabah ini hanya satu dari sekian persoalan yang dihadapi oleh manusia. Di masa depan, mungkin akan jauh lebih pelik lagi. Pada Mbah Kerupuk, kita belajar arti melakoni kehidupan.

Isman menata barang dagangannya di area kantor
Palang Merah Indonesia Kota Batu. Rizki Dwi Putra untuk Kurawal.

Bagi ayah dari delapan anak ini, selama kaki masih mampu melangkah, teruslah bekerja dan lakukan apa yang kau bisa.

RP_AR_LOW_00006

Potret Isman, penjual kerupuk keliling. Rizki Dwi Putra untuk Kurawal.

RP_AR_LOW_00010

Isman diantar menuju ke rumah oleh orang yang dijumpainya di jalan. Rizki Dwi Putra untuk Kurawal.

Rizki Dwi Putra

Fotografer kelahiran Malang, Jawa Timur. Fokus fotografinya adalah dokumenter, potrait, dan fotografi perjalanan. Proyek pribadinya mengeksplore tema-tema yang berbeda, seperti sejarah, lingkungan, dan isu sosial. Dia membagi waktunya antara tugas editorial, pekerjaan untuk perusahaan dan komersil serta proyek pribadi. Ia juga terlibat sebagai tim kreatif di salah satu perusahaan jasa travel ibadah umrah dan haji.