Selepas Ibu Pergi
Fotografi dan Teks oleh Veky
Per Juni 2022, Indonesia berada di peringkat ke-9 sebagai negara dengan kematian tertinggi di dunia yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 dengan angka kematian di atas 150.000 jiwa. Angka kematian yang tinggi ini mengakibatkan banyak anak kehilangan orang tua atau pengasuh utama mereka.
Buka di layar desktop untuk tampilan yang berbeda
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP & PA) mencatat sebanyak 32.216 anak kehilangan orang tua mereka akibat COVID-19. Harinadia Apriani adalah satu di antara mereka. Gadis berusia 14 tahun yang lebih akrab disapa Nadia adalah putri ketiga Nurhida Lihayati yang wafat lantaran penyakit gagal ginjal—diperparah oleh virus SARS-CoV-2 yang memperlemah daya tahan tubuhnya. Nurhida wafat pada 25 juli 2021 di usia 44 tahun setelah menjalani isolasi selama 12 hari di salah satu rumah sakit swasta di Padang, Sumatra Barat.
“Nadia tidak bisa lagi mendengar suara Ibu untuk sekadar menyuruh melakukan salat, tidak ada lagi Ibu saat kami tidur siang berdua,“ ucap Nadia menahan air mata saat mengenang ibunya. Sang ibu dimakamkan dengan pengawalan protokol kesehatan ketat di tanah kelahirannya Kamang Hilia Kabupaten Agam yang berjarak sekitar 118 kilometer dari kediaman keluarga kecilnya di Padang.
Jarak yang cukup jauh membuat Nadia dan keluarga tidak bisa setiap saat mengunjungi makam ibunya. Kepergian Nurhida meninggalkan luka yang dalam kepada empat anaknya dan Suherman suaminya. Di mata keluarganya, Nurhida adalah sosok yang kuat, Azizah putri bungsunya dilahirkan pada 2019 saat ia berjuang melawan penyakit gagal ginjal yang dideritanya. Perjuangannya untuk bertahan melawan penyakit itu disaksikan setiap hari oleh keluarga kecilnya itu. Sejak divonis gagal ginjal pada 2018, mendiang Nurhida rutin melakukan cuci darah dua kali dalam seminggu ditemani Nolanda ataupun Fadil, sementara Nadia bertugas untuk menjaga adiknya di rumah.
Kini, sejak kepergian ibunya, Nadia bertanggung jawab untuk mengurusi Azizah—adiknya yang masih berusia tiga tahun, berbeda dengan dua kakaknya—Nolanda dan Afdil Fadli—yang kesehariannya disibukan dengan kegiatan perkuliahan dan sekolah. Sifat Nadia yang tertutup membuatnya lebih senang menghabiskan waktu di rumah bersama ibu dan adik kecilnya daripada bergaul dengan teman sebayanya. Secara emosional, Nadia dan Azizah memiliki kedekatan yang lebih dibandingkan dua kakaknya.
Potret pernikahan ibu dan ayah Nadia pada 2000 di Bengkulu. Veky untuk Kurawal.
Makam mendiang Nurhida Lihayati, ibu Nadia, di belakang rumah kelahirannya, Kamang Hilir, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Veky untuk Kurawal.
Azizah bermain di balik gorden ruang tamu rumahnya. Veky untuk Kurawal.
Tas peninggalan mendiang Nurhida Lihayati, ibu Nadia. Veky untuk Kurawal.
Yusni, nenek Nadia, duduk di ruang tamu. Veky untuk Kurawal.
Setelah sang istri wafat, Suherman mengajak orang tuanya Yusni yang berusia 70 tahun dari Solok untuk tinggal bersama mereka di Padang demi menemani putra dan putrinya di rumah di saat ia harus bekerja keluar kota. Namun, situasi ini tidak bertahan lama. Yusni mengidap vertigo yang membuat kepalanya kerap terasa pusing, yang mengakibatkannya merasa sangat ingin kembali ke Solok, dan Suherman pun menuruti keinginan orang tuanya tersebut dan mengantarkan Yusni kembali ke kampung.
Kehilangan orang tua di usia menjelang remaja sangat rentan memicu risiko putus sekolah, kekerasan, depresi, dan masalah lainnya. Sepeninggal ibunya, Nolanda dan Afdil lebih sering menyibukan diri dengan aktivitas kampus dan sekolahnya yang membuat mereka jarang berada di rumah. Sedangkan Nadia harus berupaya membagi waktu antara sekolah, mengurusi rumah, serta adiknya. Sistem sekolah Nadia yang meniadakan tatap muka langsung membuat Nadia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Setiap pagi saat ayahnya bersiap untuk bekerja dan dua saudaranya bersiap untuk aktivitas di luar rumah, Nadia justru harus mempersiapkan susu dan makanan untuk Azizah. Pada sore hari, saat remaja seusianya menghabiskan waktu bermain dengan teman sebayanya, Nadia menggantikan peran ibunya untuk merawat sang adik—baik memandikan ataupun memastikan adiknya tidur tepat waktu. Di saat Azizah telah terlelap, barulah Nadia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah ataupun membereskan rumah, menyetrika, dan mencuci pakaian seisi keluarga.
Nadia menjelma menjadi perempuan dewasa di usia yang baru akan memasuki remaja. Ia seperti berupaya mengisi kekosongan sosok ibu bagi keluarganya, dan terutama bagi sang adik.
Nadia, Afdil, dan Azizah saat bermain di ruang tidur. Veky untuk Kurawal.
Suherman, ayah Nadia, bersama putri bungsunya Azizah yang masih berusia 3 tahun. Veky untuk Kurawal.
Nadia bermain ponsel di kamar setelah menidurkan adiknya. Veky untuk Kurawal.
Nadia dan puluhan ribu anak lainya menjadi piatu, yatim, dan yatim-piatu karena kehilangan orang tuanya akibat terpapar COVID-19. Mereka adalah korban dari dampak pandemi yang sangat memerlukan perhatian khusus seperti pembinaan, pengasuhan, dan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan tingkat usia dan perkembangannya.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak, termasuk bagi anak-anak yang menjadi yatim, piatu, dan yatim-piatu karena orang tuanya meninggal setelah terpapar COVID-19.
Kementerian Sosial RI menyiapkan anggaran bantuan senilai Rp24 miliar untuk penerapan peraturan tersebut. Sementara, dari jumlah total sementara anak yang kehilangan orang tua mereka akibat COVID-19, hanya sekitar 30% bantuan yang berhasil tersalurkan sebagai bentuk pemenuhan hak hidup untuk anak. Sehubungan dengan itu, Dinas PP & PA Provinsi Sumatera Barat masih melakukan pendataan anak-anak yang kehilangan orang tua akibat terpapar COVID-19. Hingga saat ini, tercatat 97 anak dari lima kabupaten/kota di Sumatra Barat.
Nadia dan Azizah di pekarangan rumah saat petang. Veky untuk Kurawal.
Fotografer lepas dan desainer grafis asal Bukittinggi. Ia aktif berpartisipasi di beberapa lokakarya dan pameran foto di Sumatera Barat. Bersama Sumatra Institute, ia terlibat dalam pengerjaan proyek foto dokumenter Lada, Cinta, dan Raja-raja, tentang napak tilas jalur rempah di pantai barat Sumatra pada 2021.